23 Agustus 2022 | Kegiatan Statistik Lainnya
Siapapun kita, sah-sah saja untuk memahami kemiskinan dengan pengetahuan, pemahaman, bahkan indikator yang kita ciptakan sendiri. Tetapi ketika kita bicara kemiskinan sebagai sebuah statistik resmi, maka syarat utamanya adalah pendekatan yang jelas dasarnya dan terbanding antar waktu dan antar wilayah. Ini beberapa langkah praktis memahami indikator kemiskinan makro.
1. Pertama, perlu kesepakatan bahwa indikator kemiskinan yang akan dibahas adalah indikator yang dihasilkan dan dirilis secara resmi oleh BPS sebagai sebuah badan publik.
2. Indikator kemiskinan yang dihasilkan oleh BPS disebut sebagai kemiskinan makro. Kenapa? Karena hasilnya berupa statistik yang sejatinya sebuah perkiraan terbaik untuk kondisi makro sebuah populasi berdasarkan sampel Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Populasi yang dimaksud bisa kabupaten/kota, provinsi, dan negara.
3. Karena berupa statistik, maka ciri khas dari kemiskinan makro adalah tidak akan pernah dapat menyediakan data siapa dan di mana alamat dari sekian persen atau sekian ribu penduduk miskin yang telah dirilis oleh BPS.
4. Data terkait siapa dan di mana alamat penduduk miskin disebut sebagai data kemiskinan mikro. Ini bukan ranah BPS, ini ranah dari Kemensos/Dinsos di daerah.
5. Kita kembali ke indikator kemiskinan makro. Sebenarnya ada tiga indikator kemiskinan makro, yaitu Persentase Penduduk Miskin (P0), Tingkat Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Tingkat Keparahan Kemiskinan (P2). Namun yang paling populer adalah P0.
6. Persentase penduduk miskin (P0) adalah perbandingan jumlah penduduk miskin terhadap total penduduk di suatu wilayah. Dari rumus sederhana ini, maka langkah pertama adalah menghitung berapa jumlah penduduk miskin. Artinya harus ada sebuah ukuran untuk menentukan siapa yang disebut sebagai orang miskin.
7. Ukuran ini disebut Garis Kemiskinan (GK); seolah-olah seperti sebuah garis pembatas yang membedakan mana orang miskin dan tidak.
Secara kuantitatif, GK ini adalah nilai minimal pengeluaran (bukan pendapatan) penduduk per kapita per bulan; yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar adalah kata kuncinya; sehingga jelas, GK akan berbeda dengan UMR/UMP.
8. Kebutuhan dasar mencakup makanan dan non makanan. Kebutuhan makanan menggunakan batasan konsumsi yang dapat menghasilkan energi setara 2100kkal/kapita/hari. Sedangkan untuk kebutuhan non makanan menggunakan batasan minimal dari sejumlah komoditas perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan pokok non makanan lainnya.
9. Setelah GK didapatkan, maka penduduk miskin ditentukan sebagai penduduk yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). Pengeluaran per kapita per bulan adalah jumlah pengeluaran rumah tangga dalam sebulan dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga dalam rumah tangga tersebut. (Data Jambi/Sosial)
Berita Terkait
Memahami Data Kemiskinan
Ini Penjelasan BPS Tanjung Jabung Timur kepada Bupati Terkait Data Kemiskinan
KBLI Itu Apa? Berikut Ini Penjelasannya
Seberapa Penting sih Data Untuk Saat Ini?
Selain Migas, ini Komoditi Unggulan Ekspor Provinsi Jambi Juni 2022
Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian Turun, Ini Penyebabnya
Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi
(Statistics of Jambi Province)
Jl.A. Yani No.4 Telanaipura Jambi
Indonesia
Telp (62-741) 60497 Mailbox : bps1500@bps.go.id