2 September 2022 | Kegiatan Statistik Lainnya
Sebagai lembaga resmi yang dipercaya sebagai penyedia data utama, Badan Pusat Statistik (BPS) terus berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan mutu penyediaan data dan informasi.
Mulai dari peningkatan mutu pencatatan, menyajikan serta memproyeksikan data dengan mempertimbangkan fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan.
Hal ini dilakukan untuk meminimalisir kesalahan hingga sekecil mungkin dan data tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengambil keputusan, baik itu dalam ruang lingkup pemerintahan (kementerian dan lembaga selain BPS) maupun bagi badan usaha perseorangan ataupun perusahaan.
Alur suatu kegiatan sensus di BPS meliputi tahapan pengumpulan data, pengolahan data, analisis, evaluasi, dan diseminasi/penyajian data.
Penjaminan mutu dalam setiap tahapan kegiatan sangat diperlukan untuk menciptakan data yang akurat. Terutama pada tahapan pengumpulan data agar data yang dihasilkan dapat merepresentasikan keadaan lapangan.
Namun masalah sebenarnya yang menjadi kendala dalam pengumpulan data yaitu ketika petugas BPS mendapati penolakan dari pihak responden, baik itu rumah tangga ataupun badan usaha.
Penolakan ini muncul atas dasar kekhawatiran responden tentang kerahasiaan data, terlebih untuk variabel yang sangat sensitif seperti nilai gaji/pendapatan rumah tangga responden.
Atas dasar ini, seringkali responden menganggap petugas BPS ada kaitannya dengan Petugas Pajak. Benarkah demikian?
Sebagai lembaga yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, tentu BPS memiliki payung hukum yang mengatur berbagai kegiatan di dalamnya.
Berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 1997 Pasal 21, BPS sebagai penyelenggara kegiatan statistik (baik itu sensus maupun survei) WAJIB menjamin kerahasiaan data yang diberikan oleh masyarakat yang menjadi responden.
Berbagai langkah telah dilakukan untuk menjamin hal tersebut, dimulai dari pembekalan petugas sensus/survei BPS dengan mengajarkan etika-etika dalam menjaga kerahasiaan dan kenyamanan responden.
Pada moda pengumpulan data (berbasis kertas maupun android), BPS menjamin kerahasiaan data sampai tahap pengolahan data selesai dengan berbagai sistem yang kompleks untuk menghindari kebocoran data kepada pihak yang tidak bertanggung jawab.
Penyajian hasil data yang dilakukan oleh BPS pun disampaikan dalam bentuk agregat dalam ruang lingkup populasi, misalnya jumlah penduduk, persentase pertumbuhan di suatu wilayah, tingkat inflasi tahunan, dan sebagainya.
Petugas sensus tidak ada kaitannya dengan petugas pajak. Data yang dihasilkan BPS sepenuhnya menjadi kewenangan penuh BPS, dengan diawasi oleh Presiden langsung.
Meskipun, tentu saja para pengambil keputusan (pemerintah maupun pengusaha), maupun masyarakat (seperti peneliti dan mahasiswa) dapat mengakses data mentah (raw data) untuk bahan analisi suatu penelitian ataupun mengeluarkan suatu kebijakan.
Akan tetapi raw data yang disediakan oleh BPS untuk digunakan oleh pihak lain tidak bisa dilacak keberadaan individu, karena telah dihilangkan beberapa variabel penting seperti Nama,
Alamat, dan beberapa variabel lain yang menyangkut identitas pribadi. Proses permintaan raw data di BPS pun cukup panjang, untuk memastikan bahwa data terkait tidak akan disalahgunakan.
Saat ini, berbagai isu kebocoran data marak terjadi di berbagai lembaga di Indonesia. Hal ini harus menjadi perhatian BPS sebagai lembaga pemerintah dalam menjaga kerahasiaan data, demi meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk ikut berperan dalam setiap kegiatan BPS.
Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi
(Statistics of Jambi Province)
Jl.A. Yani No.4 Telanaipura Jambi
Indonesia
Telp (62-741) 60497 Mailbox : bps1500@bps.go.id