4 Agustus 2022 | Kegiatan Statistik Lainnya
BPS telah merilis angka inflasi Juli pada Senin, 1 Agustus 2022.
Hasilnya, Bungo kembali mengalami inflasi, yaitu sebesar 1,05 persen. Jika dilihat lebih rinci, diketahui cabai merah merupakan komoditas penyebab utamanya. Andil inflasi cabai merah pada bulan Juli sebesar 1,16 persen. Dengan kata lain, angka inflasi Bungo pada bulan Juli sangat dominan disumbangkan oleh cabai merah. Sedangkan komoditas lain menyumbang andil yang kecil terhadap inflasi dan sisanya menyumbang andil deflasi (penurunan harga) atau bahkan tidak mengalami perubahan harga. Harga cabai merah kini sepedas rasanya di pasar Bungo. Ternyata kenaikan harga cabai merah tidak hanya terjadi pada bulan Juli saja. Cabai merah mulai merangkak naik pada akhir Mei 2022. Sebelumnya harga per kilogram cabai merah sekitar 25 – 35 ribu rupiah. Namun, sejak akhir Mei, harganya perlahan naik. Puncaknya, pada pertengahan Juni hingga Juli, cabai merah sempat menyetuh harga tertingginya yaitu 150 ribu rupiah per kilogram. Beberapa faktor menjadi penyebab tingginya harga cabai merah pada periode ini. Kurangnya pasokan dari wilayah penghasil utama seperti Kabupaten Kerinci dan provinsi tetangga yaitu Bengkulu dan Sumatera Barat menjadi salah satu penyebabnya.
Sebagaimana diketahui bahwa pada periode Juni-Juli, banyak petani di wilayah tersebut mengalami gagal panen, sementara hasil pertanian cabai merah dalam Kabupaten Bungo sendiri belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Bungo setiap harinya. Akibatnya, pasokan cabai merah di pasar semakin menipis dan memicu kenaikan harga. Cabai merah menjadi salah satu komoditas utama yang berperan penting dalam penghitungan inflasi di Bungo. Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2018 di Kabupaten Bungo menghasilkan sebanyak 275 komoditas yang kemudian dipantau pergerakan harganya setiap bulan. Komoditas tersebut masing-masing memiliki bobot terhadap inflasi. Cabai merah termasuk dalam lima belas besar komoditas dengan bobot paling besar dalam penghitungan inflasi Bungo. Komoditas ini tergabung dalam kelompok bahan makanan di mana perannya dalam kelompok tersebut berada pada urutan ke dua setelah komoditas beras. Bobot beras sebesar 4,65 persen dan bobot cabai merah sebesar 1,65 persen. Artinya, jika terjadi perubahan harga sedikit saja pada komoditas tersebut, baik itu kenaikan harga atau pun penurunan harga, maka akan sangat berpengaruh terhadap pergerakan inflasi Bungo. Besarnya peran kelompok bahan makanan, termasuk cabai merah menunjukkan bahwa Bungo masih tergolong sebagai kota yang bergantung tinggi terhadap komoditas primer. Peran pemerintah sebagai pihak yang mengendalikan harga menjadi lebih dibutuhkan pada masa ini. Pemerintah Kabupaten Bungo sudah menaruh perhatian lebih terhadap kenaikan harga terutama beberapa kebutuhan pokok seperti cabai merah, bawang merah, daging ayam ras, dan sebagainya. Beberapa kali rapat pengendalian harga bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kabupaten Bungo telah digelar. Berbagai pemangku kepentingan sudah melaporkan alasan kenaikan harga dan diikuti strategi pengendalian harga di pasar. Tujuannya tidak hanya untuk membantu meringankan beban konsumsi masyarakat Bungo, tetapi juga melindungi petani lokal agar tetap sejahtera di tengah kenaikan harga-harga kebutuhan pertaniannya. Namun usaha pemerintah ini perlu ditingkatkan lagi dan tentunya perlu mendapat dukungan dari pemangku kepentingan lain seperti pelaku usaha. Selain itu, pemerintah daerah juga dapat menjalin kerja sama antarwilayah penghasil utama komoditas pokok, seperti cabai merah. Kerja sama tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan permintaan dalam wilayah Bungo. Tentunya ditunjang pula dengan infrasturkur yang memadai sehingga distribusi bahan pokok tersebut tetap lancar. Ketidaklancaran distribusi bisa menyebabkan kenaikan harga di masa mendatang. Tidak hanya pemerintah, masyarakat juga dapat mengambil peran dalam hal bagaimana menyiasati kenaikan harga cabai merah. Cabai merah memang menjadi primadona. Rasa pedas dari cabai merah sudah menjadi budaya, bahkan dianggap harus ada dalam kuliner tertentu masyarakat Sumatera, khususnya Bungo. Selain rasanya yang pedas, cabai merah berperan untuk me-merah-kan sepiring nasi kita disantap. Inilah yang membuat cabai merah begitu digemari masyarakat dan masuk sebagai komoditas pemegang andil penting dalam penghitungan inflasi. Beberapa tahun lalu, mantan Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan pernah berpendapat bahwa budaya masyarakat yang gemar mengonsumsi cabai merah segar agaknya mulai dikurangi. Masyarakat dapat bergeser ke cabai merah kering atau produk olahan cabai merah lainnya seperti saos sambal, cabai bubuk, dan lain-lain. Upaya ini dipandang perlu, walaupun kita tahu bahwa budaya konsumsi cabai merah segar masih sangat melekat di masyarakat. Cara sederhana lain untuk menyiasati kenaikan harga cabai merah adalah mulai untuk menanam sendiri cabai merah di pekarangan rumah sekitar satu atau dua pot.
Mungkin hasilnya tidak begitu signifikan, akan tetapi paling tidak dapat mengurangi pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk membeli cabai merah apalagi di saat harganya sedang tinggi.
Konsep ini sebelumnya sudah umum dilakukan oleh beberapa kelompok masyarakat pada komoditas tanaman obat, melalui program Tanaman Obat Keluarga (Toga). Tidak ada salahnya mencoba untuk tanaman lain seperti cabai merah dan cabai rawit. Satu atau dua buah cabai merah dari pekarangan sendiri akan memberikan kekhususan tersendiri saat disantap. Dengan demikian, harapan kedepannya harga cabai merah tidak sepedas rasanya lagi. (Data Jambi/BPS1509)
Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi
(Statistics of Jambi Province)
Jl.A. Yani No.4 Telanaipura Jambi
Indonesia
Telp (62-741) 60497 Mailbox : bps1500@bps.go.id